Siapa yang tidak kenal dengan Facebook? Salah satu
fenomena yang telah mendunia saat ini, merupakan layanan jejaring sosial
(social networking) terbesar yang pernah ada. Dan ternyata, kehadirannya sudah
"disinggung" sejak 14 abad yang lalu.
Suatu ketika, selepas Ashar di Masjid Al Hikam. Di
salah satu pojok masjid tersebut, terdapat Ranid dengan dua orang temannya,
yakni Ahmad dan Ilmi yang terlihat sedang mendiskusikan sesuatu. Kali ini tema
yang diangkat seputar masalah I’jazul Qur'an (Mukjizat Al Qur'an). Diskusi yang
berjalan cukup santai, namun sarat akan ilmu.
Ahmad adalah seorang mahasiswa salah satu PTS di
Jakarta dengan program studi Matematika. Seorang calon pengabdi masyarakat
dengan ilmunya. Ahmad selalu berupaya mengaitkan Al-Qur'an dengan bidang
studinya, matematika. Ahmad sering berkutat dengan angka-angka dalam Al-Qur'an.
Fenomena Al-Fisbukiyyah Dalam Al Qur'an
“Ah, itu mah dari aspek sejarah Mi, coba dari aspek IT sesuai sama studi ente?” tanya Ranid seolah menantang Ilmi. “Weitss, tenang-tenang, ane kan belum selesai jelasinnya, ana lanjut, ya!” Jawab Ilmi. “Nah berhubung tadi ane bilang ane gak berani nyebut ini mukjizat atau nggak, maka ane akan bilang ini kehebatan Al Qur'an.” Ilmi masih melanjutkan, sementara kedua rekannya Ahmad dan Ranid masih terus diam dan menyimak kata per kata yang akan terlontar dari mulut Ilmi. “Ente berdua tau gak, bahwa sejak 1400 tahun yang lalu Al Qur'an sudah menyinggung tentang Facebook dan kawan-kawannya?!”
Ahmad sang Cagur (Calon Guru) tertegun diiringi dengan
tertawa kecil seolah tak percaya dengan statement Ilmi yang barusan di
dengarnya. Lain lagi dengan Ranid yang masih berpikir dan mencari-cari, bahwa
apakah benar kata Facebook ada di dalam Al Qur'an? Dengan mencoba mentashrif
pola-pola fi’il.
Ilmi meneruskan kembali pemaparannya “Ahmad, coba ente
berdua buka surat Al-Ma’arij ayat 19-21 :
"Sungguh, manusia diciptakan
bersifat suka mengeluh. Apabila dia ditimpa kesusahan, ia berkeluh kesah. Dan
apabila mendapat kebaikan dia jadi kikir."
Ayat ini menjelaskan, fenomena jama’ah "Al-Fisbukiyyah" secara umum. Coba ente-ente liat wirid-wirid mereka. Kebanyakan isinya tentang keluh kesah. Temanya udah mirip kayak sinetron yang mendayu-dayu sampai bikin air mata meleleh. Sakit dari mulai bisul, cantengan, jerawat, sampai ayan di update di status. Cuaca juga gak ketinggalan. Dikasih hujan, ngeluh gak bisa kemana-mana. Dikasih panas, ngeluh kepanasan. Segala maksiat juga disebarin di muka umum. Masalah duit abis, rezeki seret, terus dan terus disuguhkan. Ibadah juga ada beberapa yang dipublikasikan, seperti puasa, sedekah, tapi Alhamdulillah, ane belum menemukan ada orang yang lagi shalat update status "lagi roka’at dua nih", Naudzubillah kalo sampai ada!” canda Ilmi yang membuat rona senyum teman-temannya.
Ahmad dan Ranid pun tertawa dan mengaminkan ucapan
Ilmi. “Terus di ayat setelahnya dikatakan "Apabila dapat kebaikan maka ia
kikir." Ane rasa betul ayat tersebut. Coba ente berdua hitung ada beberapa
orang yang update status, semisal Alhamdulillah dapet rezeki, buat yang mau
ditraktir harap tunggu di depan masjid. Kira-kira ada gak status kayak gitu.
Giliran dapat rezeki yang melimpah, pasti pada pelit gak mau orang lain pada
tau, tapi giliran ditimpa musibah di share kemana-mana.”
“Ah, lo iri aja kali, jangan sok jaim deh?!” Kali ini
Ahmad yang bertanya kepada Ilmi. Ilmi pun menjawab, “Ane rasa jaim itu perlu,
dalam konteks JAIM, Jaga-Iman berkaitan dengan hal malu, ane tidak mengharamkan
update status, akan tetapi alangkah baiknya update-nya itu yang baik-baik,
pokoknya temanya mengajak kebaikan dari Al Qur'an, Hadits, sahabat, ataupun
salafush sholih. Inget dalam hadits riwayat Bukhori dikatakan, "Jika kamu tidak malu, maka berbuatlah sesukamu."
Ulama bilang, bahwa jika kita udah gak malu sama Allah dan tidak merasa
diawasinya, maka tunaikan saja hawa nafsumu dan lakukan apa yang kau inginkan.”
jawab Ilmi.
Ranid tak menyangka sahabatnya Ilmi dapat menarik dan
mengaitkan surat Al-Ma’arij ayat 20-22 dengan fenomena Facebookers yang
bergentayangan di dunia maya. Alhamdulillah bertambah satu lagi pengetahuan
Ranid pada hari itu. Sungguh Ranid sejatinya sudah sering membaca atau bahkan
menghafalkan surat ini. Namun, dikarenakan kurang men-tadabbur-i ayat ini, maka
alangkah kagetnya ia mendengarkan penjelasan yang dipaparkan oleh sahabatnya
Ilmi.
Diskusi kali ini pun berakhir, seiring
dikumandangkannya adzan maghrib, sebagai pertanda masuknya waktu sholat maghrib
Sumber : siradel.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar